Antara Begal dan Racun Pendidikan
http://tusrita.blogspot.com/2017/06/antara-begal-dan-racun-pendidikan.html
Oleh: Saribulih (Owner PT Publik Spirit Sumbar, Penerbit Tabloid The Public dan Situs Berita Spirit Sumbar) |
Berbagai
slogan dan kebijakan dilakukan pemerintah untuk menciptakan generasi yang
berkharakter dan berakhlak mulia. Tidak cukup dalam kurikulum, upaya
menciptakan generasi yang baik itu juga ditambah dengan berbagai kebijakan.
Malahan,
berbagai kebijakan itu lahir pada seluruh level pemerintahan. Mulai dari
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Lebih detil lagi, kebijakan
sekolah juga memiliki ruang jika menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Apalagi, kebijakan sekolah ini juga didukung oleh aturan Manajemen
Berbasis Sekolah.
Anehnya,
begitu banyak aturan dan kebijakan yang tujuannya untuk memanusiakan manusia
itu, generasi muda itu makin tak terkendali dan bukan mustahil lagi dikatakan
biadab?
Dalam teori
psikologi lingkungan menegaskan manusia dan lingkungan merupakan dua faktor
yang terus berinteraksi dan terus saling
mempengaruhi. Malahan, perilaku
manusia bisa merubah
lingkungan. Misalnya manusia menebang hutan,
sebaliknya lingkungan sangat
berpengaruh terhadap bagaimana manusia berperilaku.
Di satu sisi
lingkungan bisa membentuk diri. Artinya, perilaku yang
dibatasi oleh lingkungan
dapat menjadi bagian yang
menetap dalam diri
yang menentukan arah
perkembangan kepribadian di masa yang akan datang.
Dalam kondisi
ini, betapapun bagusnya kurikulum, kebijakan dan aturan jika tatanan kehidupan
rusak, maka akan menciptakan generasi rusak. Kalau mau jujur, hampir setiap
hari generasi muda melihat ketidakjujuran dalam kehidupan. Maka betapapun
selama ini mereka jujur, maka karakter baik mereka itu lambat laun akan
tergerus. Pada akhirnya, kejujuran malah bisa hilang sama sekali.
Dalam
beberapa hari belakangan, pemberitaan kegamangan para aparat dan pengambil kebijakan terhadap
prilaku generasi muda. Mulai dari begal, geng motor dan hal lebih besar lagi
kasus asusila dan narkoba.
Namun sangat
disayangkan, para aparat tidak pernah mengemukakan latarbelakang kehidupan
generasi muda yang ditangkap. Apakah mereka dari latarbelakang keluarga
prasejahtera atau kaya raya. Apakah, dari anak pejabat atau keluarga melarat.
Walau begitu,
berbagai kesimpulan sebenarnya bisa saja ditarik. Kalau, tindakan mereka
balapan liar atau geng motor, sudah pasti mereka berasal dari kaum berada. Mana
ada anak orang miskin yang mobil untuk balapan atau motor untuk aksi begal,
bro.
Bukan
mustahil, jiwa mereka sudah rusak lantaran selalu disuapi dengan
ketidakjujuran. Mereka, dipaksa mengambil hak orang lain dalam menempuh pendidikan.
Kekuasaan atau lembaran uang menjadi penentu proses pendidikan mereka.
Maka jadilah
otak mereka menjadi rusak dan tercipta
manusia bengal dengan tingkah laku berandal. Mereka berada di sekolah favorit
tapi pola pikir mereka sempit dan picik.
Kalau toh
juga ada yang berasal dari keluarga miskin, paling paling hanya ikut ikutan.
Malahan, mereka ini bukan mustahil memiliki intelegensi yang bagus. Pada
golongan ini, bukan mustahil pendidikannya terampas oleh golongan berjuis dan
pejabat. Semestinya mereka diterima pada sekolah proses pendidikan yang bagus,
namun tereleminir oleh lembaran uang kaum berjuis atau kekuasaan para pejabat.
Tidak bisa
dipungkiri, jika anak cerdas apabila kemampuannya tidak tersalurkan mereka akan
menjadi nakal. Malahan, bukan mustahil mereka ini akan bertindak liar. Maka
jadilah mereka ini ikut serta menjadi preman jalanan.
Jadi
berkembangbiaknya tindak kriminal di kalangan generasi muda, tak terlepas dari
racun yang disiramkan pada dunia pendidikan. Para pejabat dan kelompok kaya
raya berlomba lomba menyiramkan racun tersebut pada setiap kesempatan.
Sepertinya,
adanya penerimaan siswa melalui jalur mandiri di Kota Padang pada tahun ini.
Kondisinya sudah seperti kentut di tengah masyarakat. Baunya sudah menyeruak
kemana mana, namun pihak yang terkentut tetap sok bersih yang kadangkala
bersumpah atas nama agama. Namun, saat diminta untuk melakukan pembuktian,
mereka selalu mengelak dan saling lempar tanggung jawab.
Jadi bukan
mustahil, inilah benih generasi muda yang sudah teracuni ketidakjujuran. Mereka
jadi manusia brutal tanpa memahami lagi arti kemanusiaan. Yakni, mereka yang
berasal dari keluarga yang termakan sumpah, melakukan kolusi dan nepotisme
terutama dalam dunia pendidikan.